Ibukota – Sejumlah pendukung Presiden Negeri Paman Sam Donald Trump kerap menyampaikan, baik pada bentuk komentar maupun meme populer ke beragam media sosial, bahwa Trump sebenarnya sedang bermain catur 4D (4 dimensi).
Frasa "Trump sedang bermain catur 4D" ini banyak digunakan secara daring untuk membela tindakan Trump, yang kemungkinan besar tampak tidak ada menentu atau tiada lazim, sebenarnya merupakan bagian dari rencana jangka panjang yang digunakan rumit lalu strategis yang digunakan tidaklah dapat dipahami pemukim lain.
Namun, frase yang dimaksud juga kerap digunakan oleh beberapa jumlah pengeritik kemudian kalangan komedian secara sarkastis untuk menunjukkan bahwa para pendukung Trump tidak ada dapat meninjau bahwa tindakan kepala negara Amerika Serikat itu hanyalah impulsif, kontradiktif, tanpa perhitungan matang, juga hasilnya akan sangat merugikan AS.
Selama 100 hari pertama periode kedua kepresidenan Donald Trump sejak dirinya dilantik pada 20 Januari 2025, apakah benar Trump sedang bermain catur 4D?
Dalam wawancara yang mana dijalankan oleh mantan Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis terhadap profesor ekonomi Universitas Columbia Negeri Paman Sam Jeffrey Sachs pada 22 April sesudah itu dan juga ditayangkan antara lain di media Youtube, terdapat permainan lain yang digunakan digambarkan oleh Sachs terhadap perilaku Trump.
Menurut Sachs, yang tersebut telah lama menulis beberapa jumlah buku terlaris versi New York Times seperti The Price of Civilization: Reawakening American Virtue and Prosperity (2011), menyatakan bahwa Trump sebenarnya "bermain poker".
Mengapa poker? Sachs berpendapat bahwa poker sebenarnya adalah permainan yang intinya "menggertak" lawan dengan kartu yang mana dimiliki, padahal sebenarnya Trump tidaklah memiliki kartu yang tersebut kuat untuk melakukan gertakan itu.
Salah satu gertakan pada "permainan poker" Trump tentu semata adalah kebijakan tarif globalnya.
Seperti diketahui, Trump pada 2 Februari awalnya menyatakan adanya tarif internasional yang dimaksud berbeda-beda untuk puluhan negara (Republik Nusantara sendiri pada pada pengumuman acara yang disebut Hari Pembebasan oleh Trump itu, dikenakan tarif 32 persen).
Namun, tepat sepekan kemudian, Trump mengubah kebijakannya dengan tarif yang dimaksud akan dikenakan adalah 10 persen ke seluruh negara, tetapi khusus China yang dimaksud dianggap Trump "tidak menghormati" kebijakan tarif pemerintah AS, maka akan mendapatkan tarif hingga sebesar 145 persen.
China sebenarnya mendapat tarif 125 persen yang dimaksud dikenakan Trump untuk mengatasi defisit perdagangan Amerika Serikat dengan China juga menghukum Beijing sebab membalas pajak impor AS. Sedangkan hitungan 145 persen yang dimaksud diperoleh dari tambahan dari pungutan 20 persen yang diberlakukan awal tahun ini terhadap China.
Trump beranggapan bahwa China pada suatu pada waktu akan tertunduk terhadap tekanan kebijakan pemerintahan Amerika Serikat lalu mau bernegosiasi. Namun, eksekutif China berulang kali sudah membantah adanya negosiasi dengan Amerika Serikat mengenai penerapan tarif dagang yang ditetapkan Trump.
Tidak sesuai zaman
Sachs mengemukakan bahwa Trump beranggapan bahwa pangsa Amerika Serikat sangatlah penting bagi perekonomian setiap negara di bola sehingga Negeri Paman Sam pada dasarnya memiliki leverage (daya ungkit) yang digunakan akan menimbulkan negara lain pasti akan manut belaka terhadap permintaan AS.
"Pemikiran itu kemungkinan besar benar 25 tahun lalu. (Namun), saya pikir hal itu pada waktu ini adalah pandangan yang digunakan tidak ada sesuai dengan perkembangan zaman," lanjutnya.
Mengapa demikian? Sachs mengingatkan bahwa jumlah agregat hasil Negeri Paman Sam yang mana dijual ke berubah-ubah negara dalam seluruh planet pada ketika ini tidaklah cukup besar (berbeda dengan puluhan tahun lalu) untuk menghasilkan sebagian negara ke bola akan mengubah seluruh kebijakan luar negeri serta orientasi ekonominya semata-mata akibat ancaman dari AS.
Pada ketika ini, ungkap Sachs, impor dari Amerika Serikat secara keseluruhan hanya sekali kira-kira 12-13 persen dari seluruh impor global, sehingga dampak untuk pangsa globus juga meskipun tinggi, tetapi tidaklah sangat besar.
Ia juga menuturkan adanya anggapan bahwa di mana Amerika Serikat memblokir perdagangan dengan China, maka item China akan membanjiri pangsa Eropa sehingga Uni Eropa akan memproduksi penghalang serta akan bergabung dengan koalisi anti-China pimpinan AS, padahal prediksi itu kurang tepat.
Selain itu, ekspor China ke Negeri Paman Sam pada sekitar 10 tahun terakhir telah dilakukan mengalami penurunan signifikan, antara lain oleh sebab itu kebijakan anti-China selama satu dekade terakhir, sehingga China sudah ada siap untuk melakukan diversifikasi pasar, teristimewa ke banyak kawasan seperti ASEAN atau negara-negara Asia Tenggara.
Presiden Xi Jinping juga dilaporkan sudah melakukan kunjungan ke beberapa negara di Asia Tenggara, yang digunakan tentu ada kaitannya dengan kebijakan tarif Trump.
Untuk itu, gertakan "kartu poker" yang mana terus dimainkan di bidang perekonomian global terhadap China tampaknya masih belum sukses sesuai asa Trump.
Jauh panggang dari api
Bila permainan poker pada dunia usaha internasional tiada sesuai harapan, bagaimana halnya dengan gebrakan kebijakan domestik? Trump, yang dimaksud menjanjikan bahwa harga-harga barang akan berkurang dan juga terjangkau pada masa kepresidenannya, ternyata masih sangat jauh panggang dari api.
Janjinya untuk sektor ekonomi Negeri Paman Sam yaitu selain memangkas harga, juga akan meningkatkan lapangan usaha manufaktur di negeri, ternyata (setidaknya selama 100 hari pemerintahan Trump 2.0) masih belum terlihat hasilnya secara nyata.
Kondisi yang digunakan muncul akibat dari bervariasi kebijakan perekonomian Trump adalah anjloknya bursa saham dan juga turunnya indeks kepercayaan konsumen, dan juga prospek pengangguran meningkat.
Tidak heran pula bila berbagai pakar dunia usaha juga bank sentral AS, yaitu Federal Reserve, menyampaikan peringatan akan kemungkinan adanya resesi ke depannya pada AS.
Bagaimana dengan bidang non-perekonomian? Trump sudah pernah menjanjikan sikap keras untuk imigran ilegal. Memang pada ketika ini dilaporkan bahwa penyeberangan ilegal ke Negeri Paman Sam berada pada titik terendah selama empat tahun terakhir.
Namun, banyak persoalan hukum penangkapan oleh tim imigrasi pemerintahan Amerika Serikat (sebagian mengkaji tindakan itu seperti "penculikan") ada yang mana dikerjakan antara lain terhadap pelajar asing yang terlibat juga pada aksi unjuk rasa pro-Palestina.
Sejumlah pejuang hak asasi manusia telah dilakukan memberi peringatan bahwa sebagian migran dideportasi tanpa prosedur hukum yang berlaku, juga mengakibatkan banyak penduduk yang sebenarnya "tidak melanggar hukum" tetapi bergabung menjadi target.
Trump juga telah terjadi mengancam untuk mengirim warga negara Amerika Serikat ke penjara ke El Salvador.
Kebijakan mengejutkan
BBC di analisisnya terhadap 100 hari Trump menyatakan bahwa bagi para pendukungnya, berubah-ubah kebijakan yang mana mengejutkan merupakan aksi nyata individu presiden untuk menepati janji di melakukan reformasi yang mana sudah pernah lama ditunggu-tunggu.
Namun, BBC mengemukakan bahwa para pengkritik cemas bahwa Trump akan menyebabkan kehancuran yang digunakan tidak ada dapat diperbaiki bagi negara serta melampaui kewenangannya, sehingga juga akan segera melumpuhkan fungsi-fungsi penting pemerintahan.
Apalagi, Wakil Presiden JD Vance pada beberapa pekan setelahnya Trump diangkat sebagai kepala negara AS, menulis pada sistem X yang digunakan menyatakan bahwa intinya para hakim tak diperbolehkan mengendalikan kekuasaan eksekutif yang digunakan sah.
Sontak saja, sebagian pakar hukum mempertanyakan pernyataan itu, dikarenakan pembagian peran demokrasi antara eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif adalah inti dari demokrasi ke AS, sehingga sebenarnya pengadilan memiliki kewenangan untuk memeriksa dan juga membatalkan tindakan pemerintah apa pun – UU, peraturan, lalu perintah eksekutif – yang mana menurut lembaga hukum itu melanggar Konstitusi AS.
Untuk itu, perkataan Vance dinilai para pakar merupakan tantangan yang tersebut berani terhadap otoritas peradilan dan, secara lebih tinggi luas, terhadap penerapan trias politica yang dicanangkan oleh Bapak Pendiri AS.
Sementara itu, media Time menulis bahwa 100 hari pertama dari pemerintahan periode kedua Presiden Trump merupakan salah satu era ketidakstabilan di sejarah AS.
Hal itu, ulas Time, sebab adanya kumpulan perintah kemudian memorandum yang dimaksud telah terjadi melumpuhkan seluruh badan serta departemen pemerintah. Trump juga mengancam akan mengambil alih Greenland dengan paksa, menguasai Terusan Panama, juga mencaplok Kanada.
Dengan menggunakan kendalinya melawan Departemen Kehakiman sebagai senjata, Trump telah lama memerintahkan penyelidikan terhadap musuh-musuh politik. Ia sudah memangkas sebagian besar pegawai negeri, dengan memberhentikan lebih tinggi dari 100.000 pegawai federal, lanjut laporan media itu.
Tidak lupa pula bahwa Trump telah lama menyebabkan peperangan dagang dengan melegakan langkah rangkaian tarif yang mana menyebabkan pangsa anjlok. Tidak heran bila Time mengutip seseorang pejabat senior pemerintahan Amerika Serikat yang mana berkata bahwa "Keberhasilan kami (pemerintahan AS) bergantung pada kemampuannya (Trump) untuk mengejutkan Anda."
Berbagai kebijakan Trump, suka atau tidak, memang benar telah terjadi memberikan banyak kejutan bagi dunia. Namun, "permainan poker" yang berani kemudian berisiko tinggi yang mana dijalankan Trump, mungkin menyebabkan sejumlah dampak bagi masa depan AS, yaitu runtuhnya kelembagaan, melemahnya aliansi, dan juga menyebabkan Amerika Serikat semakin terisolasi.
Artikel ini disadur dari 100 hari Trump 2.0: Catur 4D, poker politik, dan gertak global