Tidak semua perjalanan sukses dimulai dengan modal besar atau jalan mulus. Bagi pasangan Del Sukmajaya dan Aularis, perjalanan mereka dimulai dari titik paling rendah—hanya bermodalkan Rp500 ribu dan sebuah tekad untuk mencari keberkahan, bukan sekadar uang.
Awal Mula: Perjalanan Cinta yang Berlabuh di Usaha
Perjalanan cinta mereka dimulai pada tahun 2011, ketika keduanya bertemu di sebuah bank BUMN di Ranca. Dari rekan kerja, mereka akhirnya menjadi pasangan hidup. Namun, hidup tak selalu mudah. Setelah menikah, jarak menjadi tantangan. Aularis ditempatkan di Jakarta, sedangkan Del di Rancah. Long-distance marriage membuat mereka berpikir ulang tentang masa depan.
“Akhirnya kami memilih untuk resign. Banyak yang heran, kenapa keluar dari pekerjaan mapan? Tapi kami yakin, lebih baik hidup sederhana tapi dekat keluarga dan penuh keberkahan,” ungkap Del.
Resign dari Zona Nyaman, Masuk ke Dunia Ketidakpastian
Keputusan untuk resign dari pekerjaan di bank bukan hal mudah. Ditambah lagi, saat itu kondisi keuangan benar-benar tidak mendukung. Aularis bahkan hanya memiliki Rp500 ribu di tangan. Lebih dari itu, masih ada tanggungan hutang yang harus diselesaikan.
“Bayangkan saja, pas keluar, saya bukan hanya tidak punya uang—tapi minus. Harus bayar hutang, dan tidak ada penghasilan tetap. Tapi saya percaya, ketika niatnya baik, Allah pasti bantu,” ucapnya.
Dan benar, pertolongan datang dari jalan tak terduga. Ada seorang saudara yang rela membantu untuk menutup hutang terakhir, menjadi titik terang untuk memulai hidup baru tanpa beban.
Lahirnya Usaha dari Pinggir Jalan
Berbekal Rp500 ribu, Del memulai usaha kecil-kecilan menjual Thai Tea dan Green Tea di pinggir jalan sekitar Rancah. Saat itu, minuman kekinian belum menjamur di daerah tersebut. Konsep street food pun menjadi daya tarik tersendiri. Sementara itu, Del yang saat itu sedang hamil, tetap semangat melayani pelanggan.
“Thai Tea dan Green Tea itu baru ada di kota besar. Kami coba bawa ke Rancah, ternyata responsnya bagus.”
Usaha ini kemudian berkembang menjadi sebuah kedai bernama “Ku Kedai”, yang fokus pada menu makanan dan minuman fast food yang bisa langsung disantap atau dibawa pulang.
Dapur CK: Dapur Kreatif di Balik Layar
Seiring berjalannya waktu, mereka melahirkan satu lini usaha lain bernama “Dapur CK”—dapur yang menjadi jantung dari Ku Kedai. Dapur ini awalnya adalah hobi, terutama membuat roti dan donat secara rumahan dengan alat seadanya.
Del mengenang, kue pertama yang dibuat adalah untuk ulang tahun anak. Tak disangka, setelah diunggah ke media sosial, banyak yang tertarik untuk memesan. Dari situ, pesanan mulai berdatangan, dan Dapur CK pun berkembang menjadi pusat produksi cake & bakery, termasuk untuk kue ulang tahun, roti, snack box, hingga hampers berbagai instansi.
Tanpa Investor, Tanpa Pinjaman—Tapi Penuh Kepercayaan
Menariknya, hingga hari ini Dapur CK dan Ku Kedai tetap berjalan tanpa bantuan investor maupun pinjaman bank. Semua alat produksi dibeli bertahap dari keuntungan yang diperoleh.
“Setiap ada untung, kita alihkan untuk beli mixer, oven, atau alat produksi lainnya. Semua perlahan, tapi pasti,” kata Aularis.
Mereka memilih jalan ini untuk menjaga independensi dan juga demi keberkahan usaha. Bahkan orang tua yang membantu pun tidak memberi dalam jumlah besar, tapi hanya seperlunya, sekadar menjadi dorongan awal.
Berkah Hari Jumat: Sedekah yang Menguatkan
Di tengah keterbatasan, mereka tidak lupa berbagi. Setiap hari Jumat, mereka rutin membagikan makanan atau minuman ke santri dan warga sekitar. Bagi mereka, inilah kunci rezeki yang terus mengalir.
“Sedekah Jumat adalah napas usaha kami. Semoga Allah selalu mudahkan kami untuk istikamah,” ucap Del haru.
Puncak Produksi di Bulan Ramadan dan Lebaran
Permintaan produk Dapur CK melonjak tajam setiap Ramadan dan menjelang Lebaran. Mereka bahkan mempekerjakan hingga 10 orang freelance untuk memenuhi pesanan. Dalam sebulan, omzet bisa naik hingga tiga kali lipat dibanding hari biasa—sekitar 150 hingga 200 pesanan.
Nilai-nilai yang Dijaga: Rasa, Harga, dan Pelayanan
Dapur CK punya tiga prinsip utama:
- Rasa harus enak. Jika pembeli kembali beli untuk kedua, ketiga, bahkan keempat kalinya, berarti produk mereka memang punya rasa yang istimewa.
- Harga harus sebanding dengan kualitas. Mereka selalu memastikan bahwa apa yang didapat pelanggan sesuai dengan uang yang dikeluarkan.
- Pelayanan maksimal. Dari kemasan cantik, sistem pre-order yang fleksibel, sampai kecepatan produksi yang bisa ditunggu di tempat.
Mereka juga memiliki database pelanggan dan menjangkau pasar lebih luas lewat marketplace—bahkan kiriman pernah sampai ke Sulawesi dan Kalimantan.
Penutup: Perjuangan yang Masih Panjang, Tapi Penuh Harapan
Perjalanan Del dan Aularis adalah cermin bahwa usaha tak hanya soal keuntungan, tapi soal niat, keberanian, dan keberkahan. Dari jalanan kecil di Rancah hingga pengiriman antar pulau, dari satu donat rumahan hingga hampers instansi—semua lahir dari keberanian untuk memilih jalan yang tak biasa.
Mereka membuktikan, bahwa dari Rp500 ribu, bisa tumbuh harapan yang tak ternilai. Dan bahwa keberkahan jauh lebih besar nilainya daripada sekadar angka di rekening