JAKARTA – DPR menyoroti kinerja Badan Layanan Umum (BLU) Pengawas Pengelolaan Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Kontribusi PPKGBK ke negara pada bentuk penerimaan negara tidak pajak (PNBP) di 10 tahun terakhir belaka sekitar 0,1% dari aset yang digunakan dikelola senilai Rp347 triliun.
“Asetnya Rp347 triliun, pendapatan 10 tahun hanya sekali Rp435 miliar, kenapa kecil sekali? apakah direksinya tak punya strategi sebagai bisnis,” kata Anggota Komisi XIII DPR Mafirion pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII DPR dengan Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Setya Utama, Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi Afif Kusumo, Direktur Utama PPK Kemayoran Medi Kristianto, dalam Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menambahkan, kalau kondisinya begini terus tentu akan merugikan negara ke depannya.
“Ini asetnya begitu seksi tapi dapatnya cuma segini. Kalau begitu orang yang mana mimpin tidaklah perlu sekolah tinggi-tinggi amat untuk jadi dirut PPKGBK. Kan cuma nyewa-nyewa kemudian nyewa, tak ada pengembangannya,” tambah Mafirion.
Dalam rapat kerja tersebut, Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi Afif Kusumo memaparkan partisipasi GBK sejak 2014 hingga 2024 adalah Rp435 miliar. Skor yang digunakan disetorkan itu merupakan 15 persen dari total pendapatan.
“BLU dalam Indonesia wajib memberikan 15% dari seluruh pendapatan setiap tahunnya terhadap kas negara,” ujarnya.
Pengelolaan kawasan komplek Gelora Bung Karno oleh PPKGBK juga disorot Indonesia Audit Watch (IAW). IAW memohonkan pemerintah untuk melakukan audit terhadap PPKGBK juga PPK Kemayoran yang tersebut selama ini tak memberi hasil maksimal untuk negara.
Sekretaris IAW Iskandar Sitorus mengatakan, tiada maksimalnya setoran terhadap kas negara harus ditelusuri lebih tinggi dalam, apakah semata-mata tiada maksimal dari sisi harga jual sewa lahan atau ada hal lainnya. Sebab para mitra atau perusahaan swasta yang digunakan menyewa lahan PPKGBK maupun PPK Kemayoran membayar mengikuti tarif bursa yang digunakan menjadi acuan.
“Penyebab setoran negara tidaklah maksimal oleh sebab itu apa? Kontrak yang dimaksud tidaklah sesuai lingkungan ekonomi atau justru sejumlah terjadi kebocoran, sehingga berbagai pendapatan yang tiada masuk kas negara,” kata Iskandar.
Misalnya pengelolaan lahan di dalam GBK. Menurut Iskandar, berbagai penyewaan lahan di area GBK yang digunakan kerja samanya tidak ada melalui PPKGBK, melainkan transaksinya dengan koperasi-koperasi yang mana ada di area PPKGBK. “Mencari kebenarannya mudah, tinggal dicek cuma langsung,” katanya.