JAKARTA – Pendapatan minyak Libya pada kuartal pertama tahun 2025, tercatat mencapai USD5,2 miliar atau setara Rp86,8 triliun (kurs Rp16.703 per USD) per 27 Maret. Sementara Bank Sentral mendevaluasi dinar Libya sebesar 13,3%, dengan menetapkan nilai tukar resmi baru pada 5,567 dinar terhadap dolar AS.
Pada bulan Maret, National Oil Corporation (NOC) milik negara Libya mengatakan, bahwa Mabrouk Oil Operations Company telah dilakukan memulai kembali produksi di dalam ladang minyak Al-Mabrouk pasca berhenti selama 10 tahun. Dimulainya kembali produksi dalam ladang minyak Al-Mabrouk menandai tonggak penting bagi sektor energi Libya, yang mana telah lama menghadapi gangguan berulang kali lantaran ketidakstabilan urusan politik lalu hambatan keamanan.
Pembukaan Al-Mabrouk, ladang minyak berukuran sedang, akan berkontribusi pada upaya Libya yang lebih besar luas untuk menstabilkan lalu meningkatkan produksi, membantu negara itu menciptakan pendapatan yang digunakan sangat vital.
Pada Desember tahun lalu, NOC mengumumkan bahwa produksi minyak mentah harian negara itu telah terjadi melampaui target 2024, yakni tembus 1.405.609 barel, pada samping 52.633 barel kondensat. Angka-angka yang disebutkan direalisasikan, meskipun terjadi keterlambatan pencairan alokasi anggaran 2024.
Prospek Perekonomian Libya
AFDB memperkirakan kegiatan ekonomi Libya akan berkembang sebesar 6,2% pada tahun 2025, dengan asumsi biaya minyak kemudian gas yang digunakan stabil juga tingkat produksi yang mana berkelanjutan.
Sementara itu pengeluaran umum pada mata uang asing tercatat mencapai USD9,8 miliar, memunculkan defisit USD4,6 miliar pada tiga bulan pertama tahun ini, menurut sebuah laporan Bank Sentral.
Tahun lalu, Libya mencetak pendapatan ekspor minyak sekitar USD18,6 miliar, sementara pengeluaran mata uang asing mencapai USD27 miliar, hingga menciptakan kesenjangan yang dimaksud signifikan antara permintaan mata uang asing kemudian cadangan devisa.
Bank Sentral mengungkapkan bahwa total belanja umum pada tahun 2024 mencapai USD40,24 miliar (LYD 224 miliar), sedangkan pendapatan minyak lalu pajak sebesar USD24,4 miliar (LYD 136 miliar). Bank mencatatkan bahwa pengeluaran ini menyebabkan permintaan mata uang asing menyentuh nomor USD36 miliar.
Baca Juga: Perang Berkecamuk, Harga Minyak Mengamuk
Bank Sentral menyoroti bahwa kesenjangan ini menghadirkan tantangan pada merumuskan kebijakan yang tersebut jelas untuk pengelolaan nilai tukar. Diperingatkan juga bahwa situasinya dapat memburuk jikalau produksi atau ekspor minyak menurun, atau apabila nilai tukar minyak turun. Kuantitas tukar mata uang asing sebelumnya adalah 4,8 dinar terhadap dolar.