Pengembangunan Proyek Gas Dinilai Hambat Tujuan Iklim Indonesia

Pengembangunan Proyek Gas Dinilai Hambat Tujuan Iklim Indonesia

JAKARTA – Indonesia memiliki cadangan gas alam yang tersebut cukup besar, namun untuk mengembangkan infrastruktur gas yang disebutkan dibutuhkan pembangunan ekonomi sekitar USD32,42 miliar. Meski demikian, laporan terbaru yang tersebut disusun oleh debtWATCH lalu Trend Asia menunjukkan bahwa pengembangan proyek gas justru berisiko menghalangi Indonesia pada memenuhi target-target Perjanjian Paris.

Emisi yang dihasilkan dari penyelenggaraan gas, khususnya metana, diketahui memberikan dampak yang tersebut signifikan terhadap kecacatan iklim. Hal ini menghambat upaya Indonesia untuk beralih ke sumber energi yang digunakan lebih banyak ramah lingkungan serta mengempiskan ketergantungan pada komponen bakar fosil.

Pendanaan untuk proyek gas melibatkan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), lalu World Bank Group. Namun, dukungan finansial ini mencerminkan ketidakpastian di komitmen iklim lembaga-lembaga tersebut. Sebab, mereka masih menyediakan pendanaan untuk proyek energi kotor, termasuk gas alam cair (LNG), meskipun telah lama memiliki kebijakan pembatasan pendanaan untuk energi yang dimaksud berdampak buruk pada lingkungan.

“Dana untuk LNG justru menunda transisi energi yang sesungguhnya dan juga mempertahankan dominasi perusahaan terhadap sumber daya alam Indonesia. Dengan ekspansi LNG, Indonesia lebih besar difokuskan untuk menjadi pemasok gas bagi negara forward daripada memenuhi keperluan energi pada negeri. Hal ini bukanlah langkah menuju kedaulatan energi, tetapi lebih banyak untuk eksploitasi sektor ekonomi yang dibungkus dengan klaim transisi energi,” jelas Diana Gultom, perwakilan dari debtWATCH Indonesia, pada pernyataannya pada Hari Senin (17/3/2025).

Pemerintah Indonesia terus berencana mengembangkan infrastruktur gas, yang tersebut dimulai sejak pemanfaatan gas cair pertama kali pada tahun 1960-an. Saat ini, pemerintah berada dalam memasarkan gas sebagai bagian dari strategi transisi energi. Dalam Kebijakan Tenaga Nasional (KEN), pemerintah mengusulkan untuk terus meningkatkan peran gas pada bauran energi primer hingga tahun 2060.

“Pemerintah banyak mempresentasikan diri di area forum internasional dengan klaim akan menghurangi ketergantungan pada energi fosil, namun kebijakan domestiknya justru memasukkan gas sebagai bagian dari transisi energi yang digunakan disebut-sebut sebagai ‘jembatan transisi’. Hal ini justru menyebabkan Indonesia semakin sangat jauh dari target pengurangan emisi yang tersebut seharusnya dicapai,” ujar Novita, juru kampanye energi fosil dari Trend Asia.